Early Morning Thoughts | Kejujuran?

Entah harus dimulai dari mana curhatan ini. Semakin hari, semakin sedih melihat kejujuran ditindas dan diberantas. Semakin hari, semakin banyak kepala yang diinjak-injak. Semakin hari, semakin banyak orang yang menaruh kepentingan pribadi dan golongan di atas kepentingan umum. Semakin banyak orang mengorbankan kejujuran untuk mengisi perut yang kelaparan.

***
My lovely Daddy and little Leonard.

Bukannya saya sok benar sendiri dan suci, saya adalah orang yang tidak suka menyontek dan menyonteki saat ujian. Kenapa? Tentu saja karena saya masih menjunjung tinggi kejujuran. Bapak saya selalu mendidik saya untuk menjadi anak yang jujur, semua nasihat beliau selalu saya ingat sampai sekarang.

Kebetulan bapak saya adalah guru saya juga waktu saya SMP. Pernah suatu kali, bapak saya menawarkan kunci jawaban kepada saya. Tentu saja saya tidak percaya dengan kata-kata beliau. Tidak mungkin bapak saya akan menjerumuskan anaknya sendiri. Keesokan harinya setelah ujian berlangsung, bapak bertanya pada saya "Bagaimana, kemarin jadi lihat kunci jawabannya nggak?"

"Nggak, bapak."

Jawaban bapakku, "Nah, itu baru bener."

Benar saja, ternyata saya cuma diuji.

Semenjak SMP, teman sekelas saya semua kooperatif mendukung gerakan bebas menyontek saat ulangan. Dari situlah kebiasaan tidak menyontek saat ulangan tercipta.

Tapi keadaan berbeda ketika saya masuk SMA. Saya bersekolah di SMA kota yang saat itu termasuk baik dan favorit. Tapi meskipun begitu, masih banyak siswanya yang mengabaikan kejujuran saat ujian. Masih saya ingat sampai sekarang, kejadian itu bermula saat saya menginjak kelas 3 SMA. Saya selalu mengkritisi kegiatan menyontek di twit, status facebook, juga blog saya. Semua ini karena saya sudah muak dengan kegiatan sontek-menyontek yang sudah seperti lingkaran setan di sekolah, menyontek juga sangat merugikan orang lain dan juga diri sendiri. Tujuan saya agar mereka dapat sadar, kembali ke jalan yang benar dan dapat percaya dengan kemampuan mereka sendiri. Tapi apa yang saya dapat? Tidak sedikit teman saya yang membicarakan saya di belakang, mencemooh, dan menyindir. Pernah suatu kali saya dibuat down karena hal itu. Tapi, di saat-saat terakhir, entah kenapa teman yang pernah menyindir saya justru meminta maaf kepada saya dan berjanji akan berusaha sendiri. Saya bersyukur dan senang mendengarnya. Saya pun juga meminta maaf jika ada perkataan saya yang kurang berkenan di hatinya.

Mengapa saya menghubungkan kegiatan menyontek dengan urusan kejujuran? Sederhananya, menyontek adalah perbuatan yang tidak jujur. Dari situ, bisa disimpulkan bahwa kebiasaan menyontek adalah kebiasaan untuk tidak jujur. Jika kebiasaan ini sudah mendarah daging, apalagi semenjak di bangku sekolah, maka akan sulit dilepaskan nanti saat sudah menempuh dunia kerja. Karena sudah terbiasa tidak jujur, orang-orang ini akan benci saat dikritisi mengenai ketidakjujurannya. Seperti saya yang dicemooh dan disindir karena mengkritisi kegiatan menyontek saat ujian. Di dunia kerja bisa lebih kejam lagi, karena urusannya bukan lagi nilai tapi uang dan perut, sehingga orang-orang yang benci dikritisi tersebut berani melakukan apa saja untuk menyingkirkan orang yang mengkritisi - orang yang sudah mengganggu uang dan makanan mereka - tersebut. Inilah yang mungkin sudah lama terjadi di Indonesia, persaingan yang tidak sehat yang berawal dari bangku sekolah, kini merembet ke dunia kerja, termasuk dunia politik.

Saya percaya, semua orang itu pada hakikatnya baik. Tergantung kemauan orang itu sendiri bagaimana kelanjutannya, apakah dia masih mau mempertahankan kebaikan itu atau justru mengorbankannya untuk kepentingannya sendiri.

Jika ingin memperbaiki negara ini, perbaiki dulu diri kita masing-masing. Perubahan besar diawali dari perubahan-perubahan kecil. Semua yang hebat dulunya cuma punya semangat. Semoga tulisan ini bermanfaat, terima kasih.

***

Don't repost.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ENZIM | TANYA DAN JAWAB

Culinary Review: The Solchic Solo, Chicken Package Easy Wings

Contoh Resensi Antologi Cerpen (Buku Fiksi)